Prihatin dengan kondisi lingkungan di sekitar tempat tinggalnya yang banyak sampah popok, mendorong seorang pemuda di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, berkreasi mengolahnya menjadi pot warna-warni.
Adalah Sandi Mulyadi, pria berusia 36 tahun asal Kampung Cicadas, Desa Sukamulya, Kecamatan Warungkondang, sang kreator pengolah popok bekas pakai bayi tersebut.
Ditemui di rumahnya yang sederhana, namun asri nan artistik, pria kelahiran Bandung ini bertutur ide awal dirinya berkreasi dengan barang yang "menjijikan" tersebut.
Sandi, atau di kesehariannya biasa dipanggil mang Yadi, mulai menuangkan ide kreatifnya itu akhir tahun lalu, usai mengikuti jambore lingkungan hidup tingkat nasional di Bali.
"Di sana banyak berbicara soal zero waste, gaya hidup bebas sampah,Saya pun tergugah untuk melakukan sesuatu bagi lingkungan." "Lalu memilih mengolah sampah popok, karena di sini banyak sekali, dibuang di sungai, tercecer di pinggir jalan, bahkan di areal persawahan." " kata mang Yadi, Minggu (20/01/2020). "
Sepulangnya dari acara tersebut, ia pun mulai mengumpulkan popok bekas dari warga sekitar, terutama dari ibu-ibu yang punya bayi. Sebagai langkah stimulan, mang Yadi berani membayar Rp300 untuk satu popok bekas dari warga,
Namun, harus sudah dalam keadaan bersih atau sudah dibersihkan. Warga awalnya tidak begitu paham dengan apa yang hendak dilakukannya itu.
Namun, setelah diedukasi, mereka akhirnya tahu, jika ayah satu anak ini sedang berupaya melakukan penyelamatan lingkungan.
"Sekarang justru saya kewalahan menampung popok-popok ini dari warga," katanya.
"Namun, ini yang membuat saya salut. Apalagi soal bayaran, mereka ternyata tak begitu memersoalkannya."
"Sikap mereka ini tentu sangat berkontribusi terhadap apa yang sedang saya lakukan ini (upaya penyelamatan lingkungan)," ucapnya.
Untuk mengolah popok bekas menjadi pot tanaman warna-warni ini ternyata tidaklah sulit, dan bisa dilakukan setiap orang.
"Bahan-bahannya ada pot plastik, air, semen, bahan perekat, cat, dan tentunya popok bekas," sebut mang Yadi.
Proses pembuatannya, semen dicampur air lalu diaduk hingga merata.
Selanjutnya, popok bekas dicelupkan ke dalam adukan semen untuk kemudian disarungkan dan direkatkan pada pot plastik yang sudah dibersihkan sebelumnya.
"Popok yang sudah bercampur adukan semen itu akan membentuk tekstur tertentu pada pot. Dijemur hingga kering untuk kemudian diwarnai sesuai keinginan, menggunakan cat," kata dia.
Hasilnya, pot yang awalnya biasa itu pun berubah menjadi barang yang bernilai estetika tinggi. Selain itu, juga diklaim jauh lebih kuat dibandingkan pot plastik yang mudah pecah.
"Kalau dijual per pot, harganya mulai Rp 5.000 sampai Rp 10.000, tergantung ukurannya," ucapnya.
Kendati begitu, apa yang tengah dilakukannya itu bukan semata berorientasi profit. Namun, sebagai wujud tanggung jawabnya sebagai warga bumi dalam upaya mengurangi beban sampah.
Terlebih, sampah popok masuk kategori B3, atau sampah yang susah dikelola, dan membutuhkan waktu puluhan tahun untuk bisa terurai dengan tanah.
"Apalagi di wilayah Warungkondang, saat ini jumlah bayi yang terdata ada 1.700 jiwa. Jika dirata-rata kan per bayi menggunakan tiga buah popok setiap harinya, berapa popok bekas yang dibuang," kata dia.
Karena itulah, pegiat lingkungan yang banyak tampil diberbagai kegiatan sosial itu mengajak masyarakat, stakeholder dan pemerintah, untuk bersama-sama melakukan sesuatu, menyelamatkan lingkungan, salah satunya melalui gerakan zero waste lifestyle atau gaya hidup bebas sampah.
"Sejatinya, zero waste ini nol sampah, tapi kan mustahil manusia tidak memproduksi sampah. Namun, setidaknya mari mulai meminimalisir memproduksi sampah," ucap suami Aminah ini.
sumber: Kompas.com